Wednesday 15 August 2012

Yang Kedua



“Kalau boleh tahu, apa yang mendorongmu langsung masuk ke lift? Hanya spontanitas belaka karena mendengar teriakan minta tolong? Atau kamu tahu bahwa aku yang ada di di dalam lift?"
“Yang kedua!”
Ini adalah dialog antara Vienna dan Dave, sesaat setelah terjadi insiden di dalam lift. Sepertinya jawaban itulah yang kemudian dijadikan sebagai judul novel ini: Yang Kedua.
Vienna dan Dave bertemu dalam sebuah festival menyanyi berskala provinsi, di kota Batam. Setelah menyabet juara I (Dave) dan II (Vienna), mereka diminta ikut Festival Song Couple di Singapura. Bermula dari sini, hubungan mereka semakin dekat. Apalagi setelah akhirnya mereka dikontrak untuk menjadi penyanyi duet. Promo demi promo untuk lagu mereka, menjadi percik air yang menyegarkan hubungan keduanya. Begitupun, Vienna, harus bertahan sekuat tenaga menepis perasaannya yang terus tumbuh seiring perhatian tulus Dave padanya. Vienna sudah memiliki ikatan yang tak mungkin diabaikan apalagi diputus begitu saja demi seorang Dave, seberapapun menawannya dia. Ada Haris di ujung sana. Lelaki yang telah mengubah statusnya menjadi istri sejak 5 tahun yang lalu.
Tapi, jika Haris hanya memanfaatkan jerih payahnya dan menganggapnya sebagai sapi perah, haruskah dia melepaskannya, meninggalkannya, atau bertahan dalam kesucian dan kesakralan sebuah institusi bernama pernikahan?

Poligami, menjadi tema yang sering mengemuka sejak seorang publik figur--Aa Gym—melakukannya beberapa tahun yang lalu. Berbagai pendapat muncul, baik yang kontra, mendukung penuh, tapi banyak juga yang mendukung tapi menyimpan kekhawatiran dahsyat dalam hati.
Inilah yang pertama kali saya kira ingin diceritakan dalam novel Yang Kedua milik Riawani Elyta. Itulah mengapa saya lama memutuskan untuk membawanya ke kasir ketika jalan-jalan ke toko buku.
Ternyata perkiraan saya meleset! Ide novel ini lahir justru dari kasus KDRT –seperti yang saya intip dari blog pribadi penulis. Selama ini KDRT mungkin lebih dipersepsikan kekerasan dalam bentuk fisik (pukulan, tamparan, pun caci maki). Tetapi apa yang dilakukan Haris terhadap Vienna bisa termasuk dalam kasus KDRT. Menjadikan istri sebagai tulang punggung keluarga, mengganti peran suami sebagai pencari nafkah utama.

Fenomena seperti ini tidak sedikit, bahkan di lingkungan saya yang notabene memahami bahwa suamilah yang berkewajiban mencari nafkah. Alih-alih ingin menjalankan perannya, saya beberapa kali mendengar para pria memilih gadis yang sudah mapan (dalam arti sudah memiliki pekerjaan tetap), kalau perlu yang sudah menjadi PNS untuk menjadi istrinya. Menurut saya mereka bukan tipe pria gentleman! Tak masalah sebenarnya, jika si istri ikhlas dan hanya menambal kekurangan suami (dan hanya sementara). Pengecualian pada kasus tertentu, misalnya suami sakit parah atau cacat seumur hidup.

Kembali ke Yang Kedua, Haris yang bekerja di perusahaan asuransi dengan penghasilan tak seberapa (tergantung seberapa banyak nasabah yang berhasil ia gaet), terlalu memanfaatkan bahkan cenderung menekan Vienna untuk terus menerima job demi job menyanyi. Bahkan ketika Vienna sakit karena kelelahan dan stress, Haris seakan tak peduli. Dengan enteng dia mengirim sms-sms yang memberitahu bahwa hari ini ia menarik uang sekian puluh juta untuk membeli meubelier, hari berikutnya lagi untuk tagihan angsuran mobil, berikutnya lagi … dan lagi …. *Pingin nonjok Haris*
Lalu jika kemudian ada Dave yang selalu siap menjadi dewa penolong, bagaimana Vienna harus tetap mempertahankan Haris di hatinya?

Tema KDRT memang bukan hal baru dalam novel, tetapi masing-masing penulis memiliki sudut pandang yang menarik untuk terus diikuti.
Gaya bahasa khas Riawani Elyta dengan narasinya yang panjang dan minim dialog.
Tokoh Vienna mengingatkan saya pada karakter Icha dalam novel sebelumnya Hati Memilih. Sama-sama pendiam, bersahaja, bermata bulat, dan langsing. Khusus kata langsing, sepertinya semua tokoh perempuan Riawani Elyta selalu memiliki proporsi tubuh seperti itu. J
Kali ini entah mengapa, Dave tidak berhasil membuat saya jatuh cinta. Bukan berarti buruk, justru menurut saya Dave terlalu sempurna: tampan, kaya, bersuara bagus, ciamik memainkan piano, juga baik, dan tidak gampang tergoda oleh perempuan cantik. *Tidak menantang untuk ditaklukkan hatinya … jiaaahhhh!
Padahal sejak Dave bertemu Vienna di toilet –dan Vienna salah masuk ke toilet pria--dan dengan iseng Dave menjawab, “Never mind. Saya juga tercipta … untuk perempuan, bukan?” saya berharap akan menemukan Dave yang iseng, seenaknya, sedikit konyol, atau sombong jutek tapi baik hati hingga akhir.
Atau mungkin karakter Dave akan lebih kuat jika ada scene Dave dikerubuti fans cewek atau ada sedikit insiden antara Vienna dan salah satu cewek yang jatuh cinta berat pada Dave, misalnya. IMHO.
Meskipun begitu, saya terharu dan terenyak juga saat mengetahui keputusan Dave di akhir cerita. Dan saya suka karena Riawani tak membuat Dave menjadi tokoh yang terjebak dalam cinta butanya, tetapi terus merenung dan berpikir tentang berbagai kemungkinan juga konflik yang bakal timbul, hingga akhirnya menemukan makna cinta sejati setelah menemui Paman Goh Kee. So touching!
Hei … tentang Paman Goh Kee, apakah itu real atau karangan saja? Jika real, aku ingin juga bertemu dengannya.


Beberapa hal yang menurut saya masih perlu dijelaskan, misalnya:
1. Tentang Vienna yang terasa begitu mudah mendapatkan posisi juara dan lagu duet mereka booming. Memang Vienna punya bakat menyanyi, tetapi seperti yang sering saya tonton dalam ajang Indonesia Idol, sebut saja Yodha. Secara bakat dan materi vokal, ia sudah memegangnya. Tetapi ternyata karena tehnik bernyanyi Yodha kurang baik, saya sebagai orang awam pun bisa melihat kelemahannya. Begitupun dengan peserta lain, ternyata mereka tak "ujug-ujug" nangkring di posisi 20 besar.
Sedikit penjelasan tentang usaha Vienna mungkin bisa mengembalikan kernyitan heran di dahi saya *peace Dek Ria
2. Tentang CV yang didirikan Haris, saya tidak berhasil menemukan jawaban--meski berulang saya baca--jenis usaha apa yang ia geluti, dengan adanya mesin cetak. Apakah penerbitan, percetakan, atau tetap tidak jauh dari profesi lamanya sebagai agen asuransi?

Hanya sedikit TYPO, tetapi tak lengkap rasanya kalau tak menyertakan dalam review saya, terutama karena saya sendiri sangat menyukai profesi proof reader:
hal. 108: “ …. Dia nggak bisa bahasa Inggris, meski hanya Singlish tempatan…” (maksudnya?)
hal.125: “Aku nggak tahu apa (yang) akan terjadi kalau kamu nggak ada di sana.”
hal. 141-142: bukankah tidak ada sesuatu yang tidak ada sesuatu yang mengancam …

Secara keseluruhan saya cukup menikmati novel ini, meskipun harus memakan waktu dua hari, karena ada prioritas bacaan yang harus segera saya selesaikan. Maklum Ramadhan ;)
Well … well … pembaca yang suka novel bernuansa tenang, santun, lembut-romantis, dan “religius”, Yang Kedua ini bisa jadi pilihan.

NB. Untuk penulisnya:
“Sssttt … apa kabarnya Zoch dan Opera Rumah Singgah? Kapan-kapan bikin tokoh seperti dia, asyik kayaknya.” ;)

Judul: Yang Kedua
Penulis: Riawani Elyta
Editor:Widyawati Oktavia
Proofreader: Dewi Fita
Desainer Sampul: Danish
Penata Letak: Gigitz
Penerbit: Bukune
Cet: ke-2 Juni2012

Saturday 4 August 2012

1001 Books You Must Read before Die

1001 Books You Must Read before Die

 Daftar ini saya ambil dari laman www.listology.com
Dari sekian buku, kira-kira berapa buku ya yang sudah saya baca?

 2000s
  1. Never Let Me Go – Kazuo Ishiguro
  2. Saturday – Ian McEwan
  3. On Beauty – Zadie Smith
  4. Slow Man – J.M. Coetzee
  5. Adjunct: An Undigest – Peter Manson
  6. The Sea – John Banville
  7. The Red Queen – Margaret Drabble
  8. The Plot Against America – Philip Roth
  9. The Master – Colm Tóibín
  10. Vanishing Point – David Markson
  11. The Lambs of London – Peter Ackroyd
  12. Dining on Stones – Iain Sinclair
  13. Cloud Atlas – David Mitchell
  14. Drop City – T. Coraghessan Boyle
  15. The Colour – Rose Tremain
  16. Thursbitch – Alan Garner
  17. The Light of Day – Graham Swift
  18. What I Loved – Siri Hustvedt
  19. The Curious Incident of the Dog in the Night-Time – Mark Haddon
  20. Islands – Dan Sleigh
  21. Elizabeth Costello – J.M. Coetzee
  22. London Orbital – Iain Sinclair
  23. Family Matters – Rohinton Mistry
  24. Fingersmith – Sarah Waters
  25. The Double – José Saramago
  26. Everything is Illuminated – Jonathan Safran Foer
  27. Unless – Carol Shields
  28. Kafka on the Shore – Haruki Murakami
  29. The Story of Lucy Gault – William Trevor
  30. That They May Face the Rising Sun – John McGahern
  31. In the Forest – Edna O’Brien
  32. Shroud – John Banville
  33. Middlesex – Jeffrey Eugenides
  34. Youth – J.M. Coetzee
  35. Dead Air – Iain Banks
  36. Nowhere Man – Aleksandar Hemon
  37. The Book of Illusions – Paul Auster
  38. Gabriel’s Gift – Hanif Kureishi
  39. Austerlitz – W.G. Sebald
  40. Platform – Michael Houellebecq
  41. Schooling – Heather McGowan
  42. Atonement – Ian McEwan
  43. The Corrections – Jonathan Franzen
  44. Don’t Move – Margaret Mazzantini
  45. The Body Artist – Don DeLillo
  46. Fury – Salman Rushdie
  47. At Swim, Two Boys – Jamie O’Neill
  48. Choke – Chuck Palahniuk
  49. Life of Pi – Yann Martel
  50. The Feast of the Goat – Mario Vargos Llosa
  51. An Obedient Father – Akhil Sharma
  52. The Devil and Miss Prym – Paulo Coelho
  53. Spring Flowers, Spring Frost – Ismail Kadare
  54. White Teeth – Zadie Smith
  55. The Heart of Redness – Zakes Mda
  56. Under the Skin – Michel Faber
  57. Ignorance – Milan Kundera
  58. Nineteen Seventy Seven – David Peace
  59. Celestial Harmonies – Péter Esterházy
  60. City of God – E.L. Doctorow
  61. How the Dead Live – Will Self
  62. The Human Stain – Philip Roth
  63. The Blind Assassin – Margaret Atwood
  64. After the Quake – Haruki Murakami
  65. Small Remedies – Shashi Deshpande
  66. Super-Cannes – J.G. Ballard
  67. House of Leaves – Mark Z. Danielewski
  68. Blonde – Joyce Carol Oates
  69. Pastoralia – George Saunders   
 1900s
  1. Timbuktu – Paul Auster
  2. The Romantics – Pankaj Mishra
  3. Cryptonomicon – Neal Stephenson
  4. As If I Am Not There – Slavenka Drakuli?
  5. Everything You Need – A.L. Kennedy
  6. Fear and Trembling – Amélie Nothomb
  7. The Ground Beneath Her Feet – Salman Rushdie
  8. Disgrace – J.M. Coetzee
  9. Sputnik Sweetheart – Haruki Murakami
  10. Elementary Particles – Michel Houellebecq
  11. Intimacy – Hanif Kureishi
  12. Amsterdam – Ian McEwan
  13. Cloudsplitter – Russell Banks
  14. All Souls Day – Cees Nooteboom
  15. The Talk of the Town – Ardal O’Hanlon
  16. Tipping the Velvet – Sarah Waters
  17. The Poisonwood Bible – Barbara Kingsolver
  18. Glamorama – Bret Easton Ellis
  19. Another World – Pat Barker
  20. The Hours – Michael Cunningham
  21. Veronika Decides to Die – Paulo Coelho