Sunday 28 July 2013

Perjalanan Hati

"Menapaki jejak rasa dalam sebuah perjalanan hati"
Perjalanan Hati  Penulis: Riawani Elyta - Editor & proof.: Dewi Fita - Perancang sampul: Dwi Annisa A - Penerbit: RakBuku - Cet I-2013 - Tebal: 194 hal. 




Maira berniat melakukan backpacker ke anak gunung Krakatau, bukan sekadar karena rindu dengan hobinya sebelum menikah, tetapi ada yang harus dia lakukan untuk menguji hatinya. Meski berat, tapi Yudha aka suaminya mengizinkan. Yudha pun menyadari bahwa ini bukan sekadar backpacker bagi Maira tetapi istrinya punya tujuan tertentu. Dan itu berkaitan dengan "dosa" masa lalu Yudha.
Dalam tour yang diadakan oleh agen perjalanan milik adiknya sendiri (Ibra), Maira pun bertemu (dan memang ini tujuannya) dengan Andri. Mereka berdua pernah menjadi pasangan paling serasi dalam dunia "anak gunung".
Sayangnya, Andri bukan tipe pria yang mudah menentukan tujuan hidup. Maka, setelah mereka lulus, Maira tak lagi bisa menemukan sosok Andri, bahkan kabarnyapun tidak. Hingga akhirnya Maira menerima Yudha yang juga sama-sama anak mapala sebagai suaminya.
Perjalanan rumah tangga mereka ternyata tak berjalan mulus. Setahun setelah pernikahan, sebentuk masa lalu terkuak dan siap meledakkan rumah tangga mereka hingga hancur. 
Dan dengan caranya sendiri, Maira berusaha menyelesaikan persoalannya, terutama menanyakan tentang hatinya, ke mana arah yang akan dia tuju.

Membaca novel Perjalanan Hati ini mengingatkan saya pada novel Silang Hati-nya Sanie B Kuncoro. Tak hanya suasana dan gaya narasi, tapi juga tokoh-tokohnya yang "anak gunung" keduanya memiliki persamaan. Tetapi, tak heran karena akhir-akhir ini, sepertinya para backpacker kembali menjadi tokoh idola para penulis. Pertama kali saya membaca tokoh pendaki adalah karya Izzatul Jannah dengan novelnya Apa Kabar Cinta? saat novel-novel FLP sedang booming.

Saya suka dengan tema yang diangkat Riawani Elyta. Tentang Maira dan Yudha yang berusaha menyelesaikan persoalan rumah tangganya dengan cara mereka masing-masing.

Menjalani pernikahan memang penuh liku. Meskipun begitu, sayang sekali jika sampai perceraian menjadi penyelesaian. Dan kita semakin sering melihat dan mendengar akhir cinta seperti ini di sekitar kita. Miris jika mendengar kisah pasangan yang bercerai padahal usia pernikahan mereka baru beberapa bulan. Tetapi tak habis pikir pula saat mendengar perceraian dari pasangan yang menikah lebih dari 20 tahun. Saya tak hendak menjustifikasi, karena bagaimanapun takdir turut bicara.
Hanya saja, usaha mengupayakan cinta memang wajib dilakukan bagi pasangan. Karena seiring berjalannya waktu, cinta bisa tererosi tanpa benar-benar kita sadari. Saya senang ketika penulis menjadikan Maira sosok yang menyelesaikan persoalan dengan kepala dingin.
Karakter seperti Andri memang berpotensi membuat seorang perempuan jatuh pada kasus CLBK :) Apalagi saat rumah tangga yang baru dibangun mulai goyah. Jika saya Maira, kemungkinan juga akan sulit untuk kembali ke jalan yang benar #eh
Untuk itulah sebuah pernikahan harus memiliki fondasi yang kuat dan tujuan yang lebih dalam daripada sekadar tujuan duniawi. #Jadi pingin share janji akad nikah supaya tak sekadar jadi ritual aja, tapi benar-benar dipahami dan diamalkan :D

Dialog via chatt antara Donna dan Yudha di halaman 57 sangat bagus sebagai pengingat bahwa masa lalu memang telah dan biarkan berlalu, tetapi ada hal yang amat sangat penting yang harus menjadi perhatian jika tak ingin terjebak pada kesalahan baru di generasi berikutnya. Saya tak bisa menulisnya di sini, kecuali akan diteriaki dengan yel-yel "spoiler".

Bagaimana ya, seandainya Donna bersikap sebaliknya terhadap Yudha? Apa yang akan dilakukan oleh Yudha? Poin ini sebenarnya yang membuat saya tak memberikan bintang lima pada novel Perjalanan Hati. Karena sikap Donna memudahkan Yudha menyelesaikan masalahnya dengan Maira. Jadi, Donna lah yang menurut saya menjadi kunci penyelesai konflik ini.
Oya, tentang Dody, kenapa harus menjadi pengidap hemofilia? Menurut saya terlalu dramatis. Dan ini membuat saya agak heran dengan keputusannya memilih diam dan tinggal di Australia. Bukankah saat-saat seperti itu justru butuh dukungan terutama dari orang yang punya hubungan paling dekat?

Novel ini memang agak berbeda dengan novel Riawani Elyta yang pernah saya baca. Dari pengakuan penulis di blog-nya, dia menggarap naskah ini dengan diksi yang lebih dalam. Oke, saya setuju dan saya bisa merasakannya.
Perkara cover, kali ini saya tak bisa komentar. Tidak jelek tapi juga tidak sangat menarik perhatian. Sudah, gitu aja #meme raditya dika