Saturday 13 August 2016

Kopdar Akbar dan Ulang Tahun Kesembilan Goodreads Indonesia 2016


Foto-Makan-Foto-Nimbun Buku-Makan-Foto-Makan-Foto ... Terus Aja Begitu :D
Pasar Antik Triwindu: titik kumpul kopdar
Kopdar Akbar sekaligus merayakan ulang tahun ke-9 Komunitas Goodreads Indonesia kali ini diadakan di Solo. Wuaah ... saya seneng banget, lah. Eh tapi acaranya seharian, sebagai emak-emak agak kepikiran juga gimana ngatur jadwalnya. Sempat mulai ragu, tapi tiba-tiba diinbox Mbak Sani. Baiklah, setelah tanya Alvina dan Bzee run down acara kopdar, akhirnya saya  putuskan ikut dan segera transfer Rp100.000 ke panitia dan konfirmasi keikutsertaan.

Tiba-tiba sejak malam menjelang kopdar hujan turun. Bahkan pagi tanggal 13 Agustus 2016, hujan lumayan deras. Mulailah muncul rasa khawatir kalau hujan tak berhenti. Soalnya tempat ngumpul ada di area terbuka. Syukurlah pukul 8 pagi hujan tinggal menyisakan jejak basah di seluruh kota. Diantar ojek tercintah alias suami, saya menuju Ngarsuporo (pelataran parkir Pasar Triwindu) sebagai titik kumpul.
Sampai di sana, teman-teman yang datang duluan sudah action di depan kamera bareng-bareng. Tenang Buuk ntar poto sendiri.

Awalnya agak canggung gabung sama anak-anak muda segar penuh semangat itu. Berasa paling tua (memang, sih) dan banyak yang belum saya kenal, kecuali anak-anak Joglosemar yang sebagian besar sudah saya kenal dan sudah beberapa kali kopdar plus sering chat di grup wa. Sekitar 50 peserta datang dari 4 penjuru mata angin.


Setelah melakukan registrasi ala GRI saya disuruh memilih satu tote bag batik.
pingin, kan?
Mulailah saling menyapa dan berkenalan. Tak lama seksi logistik alias Ross alias Ken Petung datang membawa beberapa kardus botol air mineral dan berbungkus-bungkus cabuk rambak dan karak. Oh, kirain kita makan di salah satu penjualnya langsung, lho. Makanya saya heran karena di area situ tak ada penjual makanan, kecuali penjual barang antik di dalam Pasar Triwindu.
Oke, mari mencari tempat duduk sendiri-sendiri lalu makan sambil mengobrol sambil action tiap kali ada kamera lewat. Pokoknya kalau kopdar itu acaranya makan, foto, nambah timbunan buku, makan, foto, nambah timbunan buku ... begitu terus.
cabuk rambak

Pukul 9 lebih, rombongan yang datang dari Solo, Jogja, Semarang, Surabaya, Jakarta, Bekasi, Surabaya, Purworejo, Purwokerto, Bandung ini berjalan menuju Pura Mangkunegaran. Karena takut kecapekan, saya minta izin pulang dulu dan akan bergabung lagi saat acara inti di Rumah Rempah. Sesuai jadwal, setelah dari Pura Mangkunegaran, mereka akan balik ke Pasar Triwindu untuk foto-foto (lagi) dan belanja di Pasar Antik Triwindu, baru meluncur ke Rumah Rempah untuk ishoma dan acara inti. Bzee dan Mbak Sani sudah memberi ancer-ancer letak Rumah Rempah. Di Jl Adisucipto, dari hotel Lor In masih ke barat, setelah IHS (setelah hotel Loro Jonggrang, tambahan keterangan dari Mbak Sani) belok kiri. Oke, berarti tidak di pinggir jalan utama.

Saya berangkat ke Rumah Rempah--yang ternyata namanya Rempah Rumah Karya-- dari rumah pukul 1 siang dan yakin bakal telat. Apalagi ditambah acara salah belok, kebablasan, pakai GPS yang tak membantu, yang akhirnya memakai cara manual bin konvensional yaitu bertanya pada beberapa orang. Penjual lotis, tukang tambal ban, lalu penjual hik. 

Voila akhirnya ketemu juga. Ya iyalah susah nemunya karena Hotel Loro Jonggrang yang jadi ancer-ancer tak ada papannya, begitu juga Rumah Rempah. Dan, setelah memastikan kalau rumah yang saya datangi benar (dengan bertanya pada pegawainya) saya masuk dan acara diskusi sudah berlangsung.

Mbak Sani langsung menyuruh saya makan nasi liwet atau selat solo dan Mbak Indah Darmastuti mengambilkan nasi liwet dan wedang beras kencur hangat plus mengangkatkan kursi buat saya. Duuh makasih ya Mbak. Maaf, lho, merepotkan.
nasi liwet
Sambil makan sendiri karena yang lain sudah makan, saya mendengarkan pembicara. Karena terlambat dan nggak kebagian lembar ringkasan buku Serat Centhini jadi saya agak nggak nyambung. Hanya beberapa yang sempat saya tangkap bahwa bagi orang Solo memasak untuk tamu adalah salah satu bentuk penghormatan, sementara tidak begitu di Semarang. Komposisi makanan dipengaruhi juga oleh tingkat ekonomi sebuah wilayah. Misal untuk daerah yang berada di garis kemiskinan maka menu daging akan sangat minim. Berbeda dengan masyarakat Kudus misalnya yang menyajikan Soto dengan banyak daging karena tingkat ekonomi mereka --zaman dahulu-- lebih baik.
Dari pembicara, Bang Aldo--yang ternyata lulusan jurusan Ekonomi dari Amerika (benar nggak ya?)-- dan Mas Muhammad Fauzi, diharapkan kita mau mengangkat dan membudidayakan makanan tradisional Indonesia sehingga bisa sepopuler makanan Korea dan makanan luar negeri lainnya.
desain arsitektur atapnya unik
Seperti biasa setelah itu ada sesi tanya jawab. Karena yang bertanya bakal dapat hadiah buku, jadi saya mencari-cari pertanyaan, dong (nggak mau rugi). 

Acara paling seru adalah kuis dengan hadiah buku yang dipandu oleh Kak Harun dan Uum. Rulesnya adalah salah satu maju lalu memeragakan sesuai judul buku yang ada di daftar Uum. Peserta yang bisa menebak dengan benar berhak memilik satu buku yang ada sekalian mengenalkan diri lalu gantian memeragakan judul buku dengan gerakan tubuh.  Begitu seterusnya. 
Saya benar-benar heran karena selalu ada yang bisa menebak padahal cara mereka memeragakannya malah bikin ngakak duluan.  Ada juga yang bisa nebak padahal belum diperagakan cuma dikasih clue sama Harun: 2 kata, pernah difilmkan. Haduuuh ... mereka pengunyah buku atau cenayang sebetulnya? Atau jangan-jangan dia banyak baca buku primbon atau buku Ronggowarsito, weruh sakdurunge winarah. #salim
Gerakan tubuh saya untuk menggambarkan judul buku Pangeran Kecil ternyata berhasil ditebak oleh si Dion dari Jogja.

Kali ini saya berhasil menebak 2 buku. Bekisar Merah dan Robohnya Suara Kami. Yaaayyyy! Dan inilah hasil buku yang bisa saya bawa pulang untuk menambah rak timbunan #plaks

ahseek, nambah timbunan ... eh
Eh sebelum kuis tadi ada acara tiup lilin dan pemotongan kue ulang tahun Goodreads. Dan pukul 4 lebih acara pun diakhiri dengan foto ... foto ... foto ... foto ... 

Terima kasih banyak untuk panitia kopdar akbar. Maaf ya saya nggak bantu-bantu padahal diadakan di Solo. Terima kasih untuk keseruannya. 

Semoga teman-teman yang pada tepar segera segar kembali.  Sampai jumpa lain kali!
fotografer difoto


ada jajanan pasar
Acara ini disponsori oleh Penerbit Gramedia dan Bentang Pustaka juga GagasMedia

Semoga IRF (Indonesia Readers Festival) sekali dua juga diadakan di Solo. Ya ya ya ....

The last but not least, sambil mengasah memori saya akan mencoba mengingat siapa saja yang datang dan dari mana:

SOLO:

Dokter Busyro aka Bzee
Ross aka Ken Petung
Dani aka Perdani
Alvina (sayang dia cuma ikut acara pagi sampai siang)
Sulis
Sani B Kuncoro
Indah Darmastuti
Laura
Indah (Kusumodilagan -- kayaknya)
Tiwik
Ngadiyo

JOGJA:

Dion
Wardah
Andreas

MAGETAN:
Dince aka Dina (yang terlibat perdebatan denganku masalah pecel hahahaha ...)

SURABAYA
Selvi (ternyata dari JAKARTA hahaha)

SEMARANG
Lila
Tezar
Ika
Cyndi

PURWOREJO:
Nias

JAKARTA, BOGOR, BANDUNG, BEKASI

Harun
Uum (katanya dari Bekasi)
Miaaa ( huruf a nya harus 3. Kenapa? Hanya dia dan Tuhan yang tahu)
Aldo
Sekar (eh ada nama itu nggak ya?)
Ibu Tio aka Tukang Kue Keren (dari Bandung yang datang bawa 2 putrinya eh ternyata cuma bawa 1 *sungkem)
Bunga Mawar (aslinya siapa, lupa)
Melisa (sayangnya lupa yang mana padahal sempat kenalan) dan ternyata dari SURABAYA

YANG INI LUPA DARI MANA

Pra (dari SEMARANG)
Andrebebek atau bebekandre?(dari JOGJA)
Ghozy (dari SURABAYA)

Yaah ... lumayan lah memori saya, kan?